Minggu, 02 Juli 2017

PDW atau PIW ?







Dari SMP aku sudah tau Wanadri. Dan Tuhan menakdirkanku untuk bersekolah di dekat sekretariat Wanadri. Setiap PDW aku dan teman-teman selalu menonton pembukaan PDW di taman pramuka tepat sekali di depan sekolahku. Saat itu aku dan teman-teman sangat tertarik bergabung bersama Wanadri. Bahkan kita memiliki idola “tuan” yang menjadi peserta PDW. Dan berharap idola kita bertahan sampai penyematan syal. Saat SMA aku pernah masuk ke sekretariat Wanadri untuk mengembalikan alat yang kita pinjam dahulu. Dahulu aku ingin sekali ikut dalam SPG (Sekolah Pendaki Gunung) yang diadakan di Wanadri. 
Materi terberat "navigasi"
Namun orang tuaku tidak mengijinkan sehingga tidak mungkin memberikanku uang untuk biaya SPG. Waktu terus berlalu dan tibalah saatnya meninggalkan SMA. Selepas lulus SMA aku kuliah di UNPAD. Anggota Wanadri banyak yang mengenyam pendidikan di UNPAD. Tapi aku berkuliah di fakultas yang tidak terpapar Wanadri haha. Namun pada saat masa bimbingan angkatanku, panitia mendatangkan Abah Iwan sebagai pemateri. Di situ Abah Iwan bercetita mengenai kehidupannya dan beliau juga menceritakan mengenai awal pertama beliau berkecimpung di Wanadri. Disitu teman-teman kuliahku banyak yang ingin ikut Wanadri. Alasannya ? biar keren kaya Abah Iwan katanya. Pendidikan Dasar Wanadri atau PDW didakan setiap 2 tahun sekali. Pada tahun 2012 aku berencana mengikuti Wanadri namun terbentur dengan jadwal kuliah. Terkadang disaat fakultas lain libur fakultasku belum libur atau sudah masuk perkuliahan. Dan juga orangtuaku tidak mengijinkan. Jangankan ikut PDW 2012, mengikuti diksar SARUNPAD  pun aku dilarang. Katanya aku harus fokus kuliah. Nanti takut jadi MAPALA jika terlalu mementingkan organisasi. MAPALA itu bukan mahasiswa pencinta alam melainkan mahasiswa paling lama haha. Akhirnya aku mengikuti organisasi internal fakultas saja. Dan pada tahun 2014 Wanadri mengadakan roadshow di kampusku. Aku dan teman-temanku antusias menghadiri roadshow tersebut. Disitu hasrat ingin mengikuti PDW 2014 semakin tinggi. 
Ekspresi nemu kue
Namun ada saja halangan. Di tahun yang sama aku sudah mulai profesi. Sebelumya kufikir profesi dimulai pada bulan Agustus. Namun
Ternyata di bulan Juli sudah dimuai dan sudah mulai stase. Yah sudahlah gagal maing gagal maning. Kesempatan datang lagi pada tahun 2016. Saat itu pembukaan PDW sudah dimulai sejak bulan Februari. Aku yang saat itu kebetulan sedang belum bekerja berencana mengikuti PDW. Namun pada bulan itu terdapat beberapa wawancara kerja. Dan aku pun tidak jadi ikut PDW karena lolos Pencerah Nusantara. Aku sempat mengantar temanku untuk mengambil formulir PDW di sekretariat Wanadri di Jalan Aceh. Aku menunggu temanku di luar. Dan ada seorang perempuan usia nya kira-kira diatasku beberapa tahun yang menyuruhku masuk ke dalam sekretariat. Namun temanku itu tidak jadi ikut PDW dikarenakan kuota sudah terpenuhi. 
Teh Mili
Pada saat pelatihan Pencerah Nusantara aku beruntung sekali bisa dilatih dan ditempa selama beberapa hari oleh Wanadri. Namanya juga pelatihan kakak-kakak Wanadri sangat baik mengajari kami. Mungkin jika saat pendidikan dasar Wanadri semua pelatih seperti itu pasti betah meskipun sedang pendidikan. Tidak tahu mengapa aku ingin sekali jadi anggota Wanadri. Tapi setelah pelatihan itu aku tersadar bahwa survival selama dua hari saja aku sudah sedikit kewalahan karena fisikku tak lagi seperti dahulu dan aku sudah jarang berlatih dan berolah raga saat itu. Dan ternyata salah satu pelatih yang melatih tim Pencerah Nusantara adalah kak Mili yang pernah aku temui saat di sekretariat Wanadri. Aku senang sekali bertemu dengan kak Mili kembali tapi aku sedih saat itu aku berfoto dengannya tapi tidak tahu menggunakan ponsel siapa sehingga fotoku berdua dengan Kak Mili tidak kutemukan. 
Bukan lagi PDW kok cuma lagi pelatihan aja 
Dan ada seorang pelatih bernama Kang Andri berkata daripada ikut PDW mending jadi PIW (Persatuan Istri Wanadri) saja. Memang sedari dulu jika aku tidak ditakdirkan mengikuti PDW aku ingin mempunyai pasangan anggota Wanadri. Semoga takdir Allah untukku sesuai keinginanku. Dan semoga aku selalu tabah sampai akhir eh tabah sampai menemui pasangan hidup yang sesungguhnya.
*semua gambar diambil oleh Kang Andri

Gedebage, 3 Juli 2017
-Ketika kegabutan melanda-

Minggu, 18 Juni 2017

PURPALA phenomenon


Sekarang ini sudah mulai banyak anak muda yang hobi mendaki gunung. Semenjak adanya film 5 cm geliat masyarakat Indonesia untuk mencicipi keindahan alam Indonesia ini sungguh mengagumkan. Dahulu ketika naik gunung Cikuray tahun 2010 hanya ada rombongan dua pendaki yang mendaki gunung tersebut. Satu kelompok pendaki adalah kelompok saya dan satu kelompok pendaki lainnya yaitu pendaki yang berasal dari Bekasi. Kelompok kami dan kelompok Bekasi berasal dari organisasi pencinta alam di SMA masing. Saat itu kita bebas mendirikan tenda dimanapun karena tempat masih luas. Dan sampah pun masih jarang ditemukan. Hal itu sangat berbanding tebalik dengan tahun 2013 ketika saya mendaki Cikuray untuk kedua kalinya. Disana terdapat banyak sekali rombongan pendaki. Dan kami tidak mendapatkan tempat untuk mendirikan tenda. Banyak pendaki yang masih muda yang berusia belasan. Dan banyak juga pendaki yang hanya menggunakan sandal/sepatu tidak sesuai standar serta banyak juga pendaki yang tidak membawa kembali sampahnya turun ketika turun gunung.

Cikuray 2010

Ketika itu hanya ada 2 kelompok yang mendaki gunung Cikuray

Istirahat sejenak

Mau bergaya bagaimanapun bebas karena tempat masih luas

Puncak bayangan yang kami gunakan camp

Puncak yang masih keren namun sudah ada vandalisme hehe
Fantastic Four

Memakai sandal karena kaki lecet (safety shoes ada digunakan sebelum lecet)

Potret cikuray tahun 2013

Puncak Cikuray yang dipenuhi sesak oleh tenda-tenda


Jalan sebelum puncak yang masih dipenuhi tenda

Puncak Cikuray yang ramai macam gang bahkan untu mencari spot masak agak susah

Mari masak

Bikin tenda di Puncak ? aman ga ya ?

Namun tidak semua gunung yang banyak didaki, hanya gunung-gunung terkenal-lah yang banyak didaki. Contohnya ketika saya mendaki gunung Slamet di awal tahun 2014. Hanya ada 5 kelompok pendaki yang melakukan pendakian ke gunung Slamet. Padahal Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah. Mungkin karena medannya yang cukup berat dan kurang terkenal seperti Semeru, gunung Slamet bukan menjadi gunung favorit yang didaki.  Saat ini mendaki menjadi hal “gaya-gayaan”. Orang yang telah mendaki akan dianggap kuat, keren dan gagah. Dan bahkan ada suatu komunitas yang menyebut dirinya "PURPALA" yang merupakan kepanjangan dari pura-pura pencinta alam. Padahal naik gunung itu bukan sesuatu yang mudah menurut saya dan bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng. Tidak seperti di film yang sepertinya mudah dan tidak banyak halangan. Naik gunung itu perlu persiapan yang sangat matang. Selain persiapan fisik dan mental tentunya, diperlukan persiapan tentang pengetahuan mengenai alam bebas. Ya, jangan sekali-kali kamu meremehkan alam. Banyak hal yang tak terduga yang akan kita hadapi di alam. Hingga saat ini banyak sekali pendaki yang cedera bahkan  meninggal  ketika melakukan pendakian. Selain itu juga banyak pendaki yang tersesat. Dalam berkegiatan di alam bebas sebaiknya orang yang melakukan kegiatan alam bebas memiliki ilmunya. Bahkan ketika SMA saat saya mengikuti organisasi pencinta alam saya harus menghapal Kode Etik Pencinta Alam Indonesia dan Tridarma Utama. Bukan hanya menjadi hapalan. Hal tersebut juga harus diaplikasikan ketika kita menjalankan kegiatan di alam bebas. Selain itu banyak materi yang harus kita kuasai seperti manajemen perjalanan, survival, navigasi, search and rescu dan P3K. Mungkin jika semua orang yang melakukan pendakian paham dan mengetahui materi-materi tersebut hal-hal yang tidak diinginkan akan bisa diminimalisir. Banyak pendaki yang hilang ditemukan dalam keadaan lemas bahkan meninggal. Rimpala menyebutkan jika kita tersesat pedoman yang bisa kita gunakan adalah STOP ; Seating, Thinking, Observation and Planning. Kebanyakan pendaki yang tersesat panik sehingga bingung apa yang harus dilakukan. Selain itu juga pendaki yang tersesat biasanya kekurangan logistik. Disinilah gunanya pendaki mendalami ilmu survival. Pendaki juga harus mengamalkan semboyan survival ketika sedang dalm keadaan tersesat. Semboyan tersebut adalah :
S : Size up the situation
U : Undue haste make waste
R : Remember where you are
V : Vanquish fear and panic
I : Improvies
V : Value Living
A : Act like the native
L : Learn the basic skill.
Semoga nantinya tidak ada lagi pendaki yang hilang, meninggal di gunung karena kurangnya persiapan, pengetahuan saat mendaki. Buat pemula sangat diperbolehkan mendaki gunung, tetapi kita lihat seberapa besar kemampuan kita. mendakilah di Gunung yang tidak terlalu tinggi, medannya landai dan jangan lupa didampingi oleh yang telah berpengalaman dalam mendaki gunung/porter. Dan sebaiknya sebelum mendaki gunung pelajari dahulu materi kegiatan alam bebas, persiapan mental dan fisik dan juga tak kalah penting restu orang tua. Jika orangtua merestui perjalanan kita insyaAllah kita diridoi juga oleh Sang Pencipta. Dan jangan lupa jangan berbicara sembarangan ketika berada di alam bebas.