Kamis, 13 Februari 2014
Aku, Aris, Eng, dan Djoko bersiap
untuk memulai perjalanan menuju gunung Slamet. Perjalanan ini merupakan
perjalanan yang sudah lama direncanakan, namun hanya 4 orang yang siap dalam
pendakian ini dan hanya aku wanita dalam kelompok pendakian ini. Gunung Slamet
merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah. Kami sepakat untuk menggunakan
kereta api. Kereta api yang akan kami gunakan yaitu kereta api Serayu jurusan
Bandung-Purwokerto. Kami sengaja menggunakan kereta api malam agar bisa
beristirahat di perjalanan. Kereta Serayu pergi dari stasiun Kiaracondong pada
pukul 12.05 dini hari. Sebelumnya aku meminta Djoko untuk membeli tiket pada
siang hari namun ia tidak sempat membeli tiket dan akhirnya kami terpaksa
membeli tiket sebelum keberangkatan. Untung saja tiket masih ada. Kami janjian
sekitar pukul 10 malam di stasiun. Namun semua pria telat dan hanya aku yang
tiba di stasiun tepat waktu. Karena aku tiba pertama dan disusul Djoko lalu
Eng, aku terpaksa mengantri untuk membeli tiket karena Eng harus menjaga
barang-barang kami dan Djoko harus menjemput Aris. Saat itu banyak juga yang
antri tiket. Akhirnya giliranku untuk membeli tiket. Aku lupa bahwa tujuan kita
yaitu stasiun Purwokerto, aku pun memesan untuk tujuan stasiun Kroya seperti
seorang Bapak yang mengantri di depanku tadi. Alhasil ketika Djoko dan Aris
datang mereka kaget melihat tiket yang tujuannya Stasiun Kroya.
Lalu dengan panik akupun mengantri di loket
untuk mengganti stasiun pemberhentian. Namun karena waktu pemberangkatan sudah
kurang dari 1 jam akhirnya tiket tidak bisa ditukar. Aku sbagai wanita
satu-satunya dalam kelompok ini panik karena tidak bisa turun di tempat tujuan.
Sedangkan para lelaki itu tampak tenang karena mereka merencanakan untuk tetap
berhenti di Stasiun Purwokerto meskipun tiket menunjukkan Stasiun Kroya. Akupun
mengikuti usulan mereka meskipun aku sendiri was-was jika di Stasiun Purwokerto
ada pemeriksaan tiket kembali. Akhirnya kereta Serayu tiba dan kami pun naik
kereta tersebut. Tak lama kereta melaju kami tidur dalam perjalanan.
Jumat 14 Februari 2014
Kereta dijadwalkan tiba di Stasiun
Purwokerto pukul 7 pagi. Namun ketika pukul 4 pagi ketika kami terbangun kami
mendapat kabar bahwa Gunung Kelud telah meletus pada pukul 10 tadi malam.
Kamipun dilanda kegundahan yang amat tinggi. Kami takut jika itu akan berdampak
pada Gunung Slamet. Di Jawa Tengah abu bekas letusan Gunung Kelud telah sampai
dan mengakibatkan awan menjadi gelap dan seluruh tempat di kota Purwokerto
diserang hujan abu sehingga matahari nampak tidak muncul akibat hujan abu
tersebut. Pukul 7 kami tiba di stasiun Purwokerto dan keadaan masih gelap
padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7. Kami pun diam di stasiun karena hujan
besar. Di stasiun kami pun membeli mie cup dan secangkir kopi untuk sarapan.
Setelah sarapan kami mandi secara bergantian di kamar mandi stasiun. Keadaan
stasiun Purwokerto sangat nyaman dan bersih sehingga kami betah untuk
berlama-lama di stasiun tersebut. Pada pukul 10 setelah hujan reda kami
meninggalkan stasiun. Karena kami masih merasa lapar kami pun berniat mencari
warung nasi untuk sarapan. Ketika baru saja keluar dari stasiun seorang supir
angkutan menghampiri kami. Dia menawarkan kami untuk ke desa Bambangan
(Purbalingga) menggunakan angkutannya. Namun harganya terlalu mahal sehingga
kami berniat untuk menggunakan angkutan umum. Kebetulan di dekat stasiun
terdapat warung nasi. Jumlahnya lumayan banyak sekitar 5 warung. Akhirnya kami
pun memutuskan untuk singgah di salah satu warung. Di warung tersebut kami
makan dengan lahap.
 |
Makan mania mantap |
Karena hari Jumat para lelaki pun bersiap untuk solat
Jumat. Kebtulan di dekat stasiun ada masjid besar. Karena aku wanita sendiri di
kelompok ini aku menunggu mereka solat Jumat di warung nasi tersebut. Ketika
mereka kembali, mereka memberitahuku bahwa ada rombongan pendaki lain yang akan
mendaki Gunung Slamet. Mereka berjumlah 4 orang dan semuanya laki-laki dan
berasal dari Jakarta dan Bogor. Sebelum berangkat aku melaksanakan solat dzuhur
di tempat mereka Jumatan tadi. Setelah beres solat kelompok kami dan kelompok
pendaki dari Jakarta memulai perjalanan ke terminal Purbalingga. Dari stasiun
aku menggunakan angkutan umum. Ketika melewati jalanan abu bekas lutusan Kelud
nampak tebal sehingga di jalan besar tampak relawan dari TNI dan PMI membagikan
masker kepada pengguna jalan. Ongkos angkutan umum tersebut cukup murah yaitu 5
ribu rupiah padahal jarak yang ditempuh cukup jauh dan barang bawaan kamipun
cukup banyak. Setelah tiba di terminal kami melanjutkan perjalanan menggunakan
bus berukuran ¾. Ongkos bus ¾ tersebut 15 ribu. Kami pun turun di pertigaan
jalan menuju desa Bambangan. Aku lupa nama pertigaan tersebut namun sang kernet
tahu jika kami akan ke Gunung Slamet dan kami diturunkan di pertigaan tersebut.
Setelah itu kami naik angkutan menuju desa Bambangan. Karena jumlah kami hanya
8 orang tarif angkutan tersebut 18 ribu/orang. Setelah tiba di Base Camp
Bambangan kami beristirahat di rumah kuncen Gunung Slamet. Rumahnya cukup luas
untuk menampung para pendaki. Kami pun langsung disuguhi teh hangat. Di rumah
tersebut kami bisa memesan makanan. Karena merasa lapar kami memesan nasi
goreng. Kami tiba di basecamp tersebut sekitar pukul 3. Kelompok dari Jakarta
berniat untuk jalan sore ini. Namun karena kondisi kami lelah kami melakukan perjalanan
esok hari. Sehinga kami harus berpisah dengan kelompok Jakarta. Karena menunggu
izin kelompok dari Jakarta baru start pukul 5 sore. Kami bermalam di base camp.
Keadaan malam di base camp sangat dingin. Padahal kami tidur di dalam rumah dan
menggunakan karpet serta sleeping bag. Tidak terbayang jika nanti kami bermalam
di jalur pendakian.
 |
Basecamp Bambangan |
Sabtu, 15 Februari 2014
Setelah beristirahat di base camp
kami pun bersiap untuk pendakian. Kami memulai pendakian pada pukul 7 pagi.
 |
Pos pendakian Bambangan |
Setelah berpamitan kami pun pergi. Sebelumnya kami pun menanyakan apa saja
hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama pendakian. Setelah pamit dan berdoa
kami memulai perjalanan. Perjalanan dari base camp menuju pos 1 didominasi oleh
ladang warga. Semua warga tersebut sangat baik sehingga setiap melewati ladang
kami selalu ditawari sayuran hasil panen.
 |
Gunung Slamet yang tampak megah dilihat dari Desa Bambangan |
Setelah sekitar 1 jam 30 menit kami
tiba di pos 1. Di pos 1 terdapat tempat yang terbuat dari seng. Kami pun
istirahat di tempat tersebut dan memutuskan untuk mamasak nasi karena sebelum
pergi kami tidak sarapan. Sejak memulai perjalanan dari basecamp kami belum
melihat pendaki lain yang mendaki gunung Slamet.
 |
Bedeng pos 1 |
 |
Take a rest shay di pos 3 sambil solat |
Aku pun merasa takut jika
hanya kelompok kami yang melakukan pendakian ke Slamet. Setelah 45 menit
istirahat terdengar suara-suara pendaki dari bawah. Ternyata ada rombongan
pendaki asal Purbalingga dan Bogor. Pendaki Purbalingga hanya beristirahat
sebentar di pos 1. Mereka kuat-kuat karena sudah beberapa kali mendaki gunung
Slamet. Setelah beristirahat selama 1 jam kamipun melanjutkan perjalanan ke pos
2. Perjalanan ke pos 2 didominasi oleh hutan. Waktu tempuh dari pos 1 ke pos 2
yaitu sekitar jam. Perjalanan dari pos 2 ke pos 3 memakan waktu jam. Pos 3
merupakan pertemuan jalur bambangan dan jalur pemalang. Di pos 3 kami beristirahat
untuk melaksanakan sholat.
 |
Pos 3 |
Setelah beristirahat selama 30 menit kamipun
melanjutkan perjalanan ke pos 4. Perjalanan masih didominasi oleh hutan. Dari
pos 4 kami melanjutkan perjalanan ke pos 5 selama jam. Di pos 5 terdapat mata
air dan bedeng. Jarak pos 5 drngan mata air tidak jauh. Kami pun mengambil air
di mata air tersebut.
Di pos 5 masih terdapat babi hutan. Di pos 5 kami bertemu
dengan pendaki dari Jambi. Kami merasa senang karena bertemu dengan pendaki
lain sehingga tidak terlalu sepi.
 |
Pos 5 via Bambangan |
Di pos 5 kami hanya beristirahat dan tidak
mendirikan tenda. Pos 5 cukup luas dan terdapat bedeng untuk berlindung dari
hujan.
 |
Muka kucel tapi pengen selfih |
Waktu tempuh dari pos 5 ke pos 6 jam. Dari pos 6 kami beristirahat
selama 15 menit dan melanjutkan perjalan ke pos 7 untuk bermalam. Perjalanan ke
pos 7 didominasi oleh jalanan sempit dan hanya cukup untuk 1 orang. Kami tiba
di pos 7 sekitar pukul 16.30. kami pun membangun tenda di pos 7. Area pos 7
cukup luas dan cukup untuk sekitar 8 tenda. Di pos 7 terdapat bedeng. Dan ada
juga pendaki yang tidak membangun tenda dan tidur di bedeng. Di pos 7 kami
bertemu dengan pendaki yang berasal dari Jakarta. Dan hanya terdapat seorang
wanita pada rombongan itu. Jadi hanya ada 2 orang wanita yang mendaki gunung
Slamet pada saat itu. Kami pun bermalam di pos 7. Keadaan alam saat itu kurang
bersahabat. Angin kencang terjadi sepanjang malam. Namun alhamdulilah tidak
disertai hujan. Kami pun berencana untuk summit attack ke puncak sekitar pukul
set 4 dini hari.
Minggu, 16 Februari 2014
Pukul setengah 4 dini hari alarm
sudah berbunyi dan bersahut-sahutan. Namun kami masih belum bangun. Mungkin
kami terlalu lelah. Pukul
03.45 aku
bangun dan membangunkan teman-teman. Mereka baru bisa dibangunkan pukul 4.
Pukul 4 kami bersiap-siap untuk perjalanan ke puncak. Kami hanya membawa
makanan ringan serta barang-barang lain yang penting untuk dibawa ke puncak
seperti handphone, tab dan spidol serta kertas. Aku sengaja tidak membawa slr
dari rumah karena takut slrku kedinginan hehe. Menurut beberapa teman slr
sensitif terhadap cuaca di gunung sehingga membutuhkan alat yang harganya mahal
untuk mengantisipasi hal tersebut. Dan aku lupa nama alat itu hehe. Kami
akhirnya pergi ke puncak pukul 04.30. perjalan ke puncak didominasi oleh pohon
edelweiss. Di pos 7 dan 8 masih terdapat pohon-pohon hangus berwarna hitam
sisa-sisa kebakaran lalu. Setelah pos 8 track didominasi oleh pasir dan
bebatuan. Pada batas vegetasi ada sebuah makam, entah itu makam atau hanya batu
nisan. Perjalanan menuju puncak merupakan perjalanan terberat. Aku merasa
sangat lelah. Ditambah tidak ada asupan nutrisi karena pada malam sebelum tidur
tidak makan karena tidak nafsu makan. Aku pun berjalan sangat perlahan dan
terkadang hampir terjatuh karena licinnya pasir. Aku merasa menghambat perjalan
karena terlalu banyak istirahat. Disinilah terlihat sekali rasa persahabatan
dari kawan-kawanku. Mereka selalu menyemangati, menungguku dan tidak
meninggalkanku. Padahal aku selalu mengatakan kepada mereka untuk duluan,
tetapi mereka selalu menungguku. Sekitar pukul 7 kami tiba di puncak. Angin di
puncak sangat kencang. Kami pun berjalan dengan jongkok untuk menghindari
terbawa angin hehe. Karena cuaca yang begitu dingin dan angin kencang, temanku
yang bernama Djoko hampir terkena frosbite karena dia tidak menggunakan sarung
tangan. Tangannya sudah bengkak dan merah dan sudah baal. Kebiasaan kami ketika
mencapai puncak, kami selalu berfoto dengan membawa tulisan.
 |
Setengah mati merindu eh setengah mati menulis |
Aku setengah mati
untuk menulis karena tangan yang sudah baal dan ditambah angin kencang yang
seakan ingin menerbangkan kertas-kertas yang kami bawa. Ansar dan Djoko
melakukan sujud syukur ketika tiba di puncak.
 |
Kita sebenernya gasuka selfi tadi ga punya tongsis jaman dlu |
 |
Great view masyaallah |
Di puncak Slamet terlihat gunung
sindoro dan sumbing yang saling berdampingan. Indah sekali pemandangan di atas
puncak. Kami tak henti-hentinya mengagumi kekuasaan Allah.
 |
Tangan yang hampir frosbite |
Setelah 1 jam lebih
berada di puncak kami akhirnya turun. Perjalanan turun tidak seberat naik namun
licin dan menyebabkan sering jatuh. Karena takut jatuh aku memutuskan untuk
merosot seperti anak TK. Sekitar pukul setengah 10 kami tiba di pos 7 dan
memutuskan untuk memasak. Pada pukul set 11 kami mulai packing. Pukul 11.30
kami bersiap untuk turun. Perjalanan turun tidak seberat perjalanan naik. Namun
turun sangatlah menyiksa jempol kaki yang menahan tumpuan. Di pos 1 awan hitam
mulai turun, sekitar pukul set 4 jarak pandang menurun karena kabut dan awan
hitam. Sampai di persimpangan kami salah jalur. Seharusnya tetap lurus kami
malah mengambil jalur ke kanan. Jalan semakin curam seperti menuju lembahan,
akhirnya setelah berjalan cukup lama kami memutuskan untuk kembali ke
persimpangan tadi. Ternyata jalur yang benar adalah jalur yang lurus. Tak lama
kami tiba di kebun warga dan hujan turun dengan derassnya. Untung saja kami
sudah di kebun warga dan sudah dekat dengan basecamp saat hujan besar turun.
Setelah tiba di basecamp kami memesan tempe mendoan di warung depan basecamp
dan juga kami memesan nasi goreng untuk pengganjal perut. Sekitar pukul 7 malam
Kami pulang bersama anak Jakarta menggunakan mobil carry hingga stasiun. Namun
karena jadwal kereta sudah lewat, kami memutuskan untuk naik bis. Sebelumnya
kami bingung untuk memutuskan pulang dengan menunggu kereta esok hari atau bis
pada malam ini. Diskusi kami cukup alot. Akhirnya kami memutuskan pulang dengan
menggunakan bis pada malam itu juga. Kami naik bis Aladin dengan harga 45 ribu
hingga terminal Cicaheum. Bis melaju pukul 11 dan tiba di Bandung pukul 5 pagi.
Terhitung cepat menggunakan bis Aladin, namun bis tersebut kurang nyaman karena
tipe bis ekonomi. Jika ingin naik bis AC kami harus menunggu esok hari karena
bis dengan AC pergi pukul 7 pagi.
mba, itu kira2 semua biaya dari kircon sampei ke slamet berapa semuanya?
BalasHapussaya ada rencana kesana tpi perhitungan budgetnya blm pasti hehe
mohon pencerahan nya :D
luar biasa
BalasHapusnice info mba
hatur nuhun, salam lestari ..