Rabu, 01 Juli 2015

Perjalanan ke Gunung Slamet dari Bandung via Bambangan



Kamis, 13 Februari 2014
Aku, Aris, Eng, dan Djoko bersiap untuk memulai perjalanan menuju gunung Slamet. Perjalanan ini merupakan perjalanan yang sudah lama direncanakan, namun hanya 4 orang yang siap dalam pendakian ini dan hanya aku wanita dalam kelompok pendakian ini. Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah. Kami sepakat untuk menggunakan kereta api. Kereta api yang akan kami gunakan yaitu kereta api Serayu jurusan Bandung-Purwokerto. Kami sengaja menggunakan kereta api malam agar bisa beristirahat di perjalanan. Kereta Serayu pergi dari stasiun Kiaracondong pada pukul 12.05 dini hari. Sebelumnya aku meminta Djoko untuk membeli tiket pada siang hari namun ia tidak sempat membeli tiket dan akhirnya kami terpaksa membeli tiket sebelum keberangkatan. Untung saja tiket masih ada. Kami janjian sekitar pukul 10 malam di stasiun. Namun semua pria telat dan hanya aku yang tiba di stasiun tepat waktu. Karena aku tiba pertama dan disusul Djoko lalu Eng, aku terpaksa mengantri untuk membeli tiket karena Eng harus menjaga barang-barang kami dan Djoko harus menjemput Aris. Saat itu banyak juga yang antri tiket. Akhirnya giliranku untuk membeli tiket. Aku lupa bahwa tujuan kita yaitu stasiun Purwokerto, aku pun memesan untuk tujuan stasiun Kroya seperti seorang Bapak yang mengantri di depanku tadi. Alhasil ketika Djoko dan Aris datang mereka kaget melihat tiket yang tujuannya Stasiun Kroya.  Lalu dengan panik akupun mengantri di loket untuk mengganti stasiun pemberhentian. Namun karena waktu pemberangkatan sudah kurang dari 1 jam akhirnya tiket tidak bisa ditukar. Aku sbagai wanita satu-satunya dalam kelompok ini panik karena tidak bisa turun di tempat tujuan. Sedangkan para lelaki itu tampak tenang karena mereka merencanakan untuk tetap berhenti di Stasiun Purwokerto meskipun tiket menunjukkan Stasiun Kroya. Akupun mengikuti usulan mereka meskipun aku sendiri was-was jika di Stasiun Purwokerto ada pemeriksaan tiket kembali. Akhirnya kereta Serayu tiba dan kami pun naik kereta tersebut. Tak lama kereta melaju kami tidur dalam perjalanan.

Jumat 14 Februari 2014
Kereta dijadwalkan tiba di Stasiun Purwokerto pukul 7 pagi. Namun ketika pukul 4 pagi ketika kami terbangun kami mendapat kabar bahwa Gunung Kelud telah meletus pada pukul 10 tadi malam. Kamipun dilanda kegundahan yang amat tinggi. Kami takut jika itu akan berdampak pada Gunung Slamet. Di Jawa Tengah abu bekas letusan Gunung Kelud telah sampai dan mengakibatkan awan menjadi gelap dan seluruh tempat di kota Purwokerto diserang hujan abu sehingga matahari nampak tidak muncul akibat hujan abu tersebut. Pukul 7 kami tiba di stasiun Purwokerto dan keadaan masih gelap padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7. Kami pun diam di stasiun karena hujan besar. Di stasiun kami pun membeli mie cup dan secangkir kopi untuk sarapan. Setelah sarapan kami mandi secara bergantian di kamar mandi stasiun. Keadaan stasiun Purwokerto sangat nyaman dan bersih sehingga kami betah untuk berlama-lama di stasiun tersebut. Pada pukul 10 setelah hujan reda kami meninggalkan stasiun. Karena kami masih merasa lapar kami pun berniat mencari warung nasi untuk sarapan. Ketika baru saja keluar dari stasiun seorang supir angkutan menghampiri kami. Dia menawarkan kami untuk ke desa Bambangan (Purbalingga) menggunakan angkutannya. Namun harganya terlalu mahal sehingga kami berniat untuk menggunakan angkutan umum. Kebetulan di dekat stasiun terdapat warung nasi. Jumlahnya lumayan banyak sekitar 5 warung. Akhirnya kami pun memutuskan untuk singgah di salah satu warung. Di warung tersebut kami makan dengan lahap.
Makan mania mantap

Karena hari Jumat para lelaki pun bersiap untuk solat Jumat. Kebtulan di dekat stasiun ada masjid besar. Karena aku wanita sendiri di kelompok ini aku menunggu mereka solat Jumat di warung nasi tersebut. Ketika mereka kembali, mereka memberitahuku bahwa ada rombongan pendaki lain yang akan mendaki Gunung Slamet. Mereka berjumlah 4 orang dan semuanya laki-laki dan berasal dari Jakarta dan Bogor. Sebelum berangkat aku melaksanakan solat dzuhur di tempat mereka Jumatan tadi. Setelah beres solat kelompok kami dan kelompok pendaki dari Jakarta memulai perjalanan ke terminal Purbalingga. Dari stasiun aku menggunakan angkutan umum. Ketika melewati jalanan abu bekas lutusan Kelud nampak tebal sehingga di jalan besar tampak relawan dari TNI dan PMI membagikan masker kepada pengguna jalan. Ongkos angkutan umum tersebut cukup murah yaitu 5 ribu rupiah padahal jarak yang ditempuh cukup jauh dan barang bawaan kamipun cukup banyak. Setelah tiba di terminal kami melanjutkan perjalanan menggunakan bus berukuran ¾. Ongkos bus ¾ tersebut 15 ribu. Kami pun turun di pertigaan jalan menuju desa Bambangan. Aku lupa nama pertigaan tersebut namun sang kernet tahu jika kami akan ke Gunung Slamet dan kami diturunkan di pertigaan tersebut. Setelah itu kami naik angkutan menuju desa Bambangan. Karena jumlah kami hanya 8 orang tarif angkutan tersebut 18 ribu/orang. Setelah tiba di Base Camp Bambangan kami beristirahat di rumah kuncen Gunung Slamet. Rumahnya cukup luas untuk menampung para pendaki. Kami pun langsung disuguhi teh hangat. Di rumah tersebut kami bisa memesan makanan. Karena merasa lapar kami memesan nasi goreng. Kami tiba di basecamp tersebut sekitar pukul 3. Kelompok dari Jakarta berniat untuk jalan sore ini. Namun karena kondisi kami lelah kami melakukan perjalanan esok hari. Sehinga kami harus berpisah dengan kelompok Jakarta. Karena menunggu izin kelompok dari Jakarta baru start pukul 5 sore. Kami bermalam di base camp. Keadaan malam di base camp sangat dingin. Padahal kami tidur di dalam rumah dan menggunakan karpet serta sleeping bag. Tidak terbayang jika nanti kami bermalam di jalur pendakian.
Basecamp Bambangan



Sabtu, 15 Februari 2014
Setelah beristirahat di base camp kami pun bersiap untuk pendakian. Kami memulai pendakian pada pukul 7 pagi.
Pos pendakian Bambangan
Setelah berpamitan kami pun pergi. Sebelumnya kami pun menanyakan apa saja hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama pendakian. Setelah pamit dan berdoa kami memulai perjalanan. Perjalanan dari base camp menuju pos 1 didominasi oleh ladang warga. Semua warga tersebut sangat baik sehingga setiap melewati ladang kami selalu ditawari sayuran hasil panen.
Gunung Slamet yang tampak megah dilihat dari Desa Bambangan
Setelah sekitar 1 jam 30 menit kami tiba di pos 1. Di pos 1 terdapat tempat yang terbuat dari seng. Kami pun istirahat di tempat tersebut dan memutuskan untuk mamasak nasi karena sebelum pergi kami tidak sarapan. Sejak memulai perjalanan dari basecamp kami belum melihat pendaki lain yang mendaki gunung Slamet.
Bedeng pos 1
Take a rest shay di pos 3 sambil solat
 Aku pun merasa takut jika hanya kelompok kami yang melakukan pendakian ke Slamet. Setelah 45 menit istirahat terdengar suara-suara pendaki dari bawah. Ternyata ada rombongan pendaki asal Purbalingga dan Bogor. Pendaki Purbalingga hanya beristirahat sebentar di pos 1. Mereka kuat-kuat karena sudah beberapa kali mendaki gunung Slamet. Setelah beristirahat selama 1 jam kamipun melanjutkan perjalanan ke pos 2. Perjalanan ke pos 2 didominasi oleh hutan. Waktu tempuh dari pos 1 ke pos 2 yaitu sekitar jam. Perjalanan dari pos 2 ke pos 3 memakan waktu jam. Pos 3 merupakan pertemuan jalur bambangan dan jalur pemalang. Di pos 3 kami beristirahat untuk melaksanakan sholat.
Pos 3

Setelah beristirahat selama 30 menit kamipun melanjutkan perjalanan ke pos 4. Perjalanan masih didominasi oleh hutan. Dari pos 4 kami melanjutkan perjalanan ke pos 5 selama jam. Di pos 5 terdapat mata air dan bedeng. Jarak pos 5 drngan mata air tidak jauh. Kami pun mengambil air di mata air tersebut.
Di pos 5 masih terdapat babi hutan. Di pos 5 kami bertemu dengan pendaki dari Jambi. Kami merasa senang karena bertemu dengan pendaki lain sehingga tidak terlalu sepi.
Pos 5 via Bambangan
 Di pos 5 kami hanya beristirahat dan tidak mendirikan tenda. Pos 5 cukup luas dan terdapat bedeng untuk berlindung dari hujan.
Muka kucel tapi pengen selfih
Waktu tempuh dari pos 5 ke pos 6 jam. Dari pos 6 kami beristirahat selama 15 menit dan melanjutkan perjalan ke pos 7 untuk bermalam. Perjalanan ke pos 7 didominasi oleh jalanan sempit dan hanya cukup untuk 1 orang. Kami tiba di pos 7 sekitar pukul 16.30. kami pun membangun tenda di pos 7. Area pos 7 cukup luas dan cukup untuk sekitar 8 tenda. Di pos 7 terdapat bedeng. Dan ada juga pendaki yang tidak membangun tenda dan tidur di bedeng. Di pos 7 kami bertemu dengan pendaki yang berasal dari Jakarta. Dan hanya terdapat seorang wanita pada rombongan itu. Jadi hanya ada 2 orang wanita yang mendaki gunung Slamet pada saat itu. Kami pun bermalam di pos 7. Keadaan alam saat itu kurang bersahabat. Angin kencang terjadi sepanjang malam. Namun alhamdulilah tidak disertai hujan. Kami pun berencana untuk summit attack ke puncak sekitar pukul set 4 dini hari.

Minggu, 16 Februari 2014
Pukul setengah 4 dini hari alarm sudah berbunyi dan bersahut-sahutan. Namun kami masih belum bangun. Mungkin kami terlalu lelah. Pukul  03.45 aku bangun dan membangunkan teman-teman. Mereka baru bisa dibangunkan pukul 4. Pukul 4 kami bersiap-siap untuk perjalanan ke puncak. Kami hanya membawa makanan ringan serta barang-barang lain yang penting untuk dibawa ke puncak seperti handphone, tab dan spidol serta kertas. Aku sengaja tidak membawa slr dari rumah karena takut slrku kedinginan hehe. Menurut beberapa teman slr sensitif terhadap cuaca di gunung sehingga membutuhkan alat yang harganya mahal untuk mengantisipasi hal tersebut. Dan aku lupa nama alat itu hehe. Kami akhirnya pergi ke puncak pukul 04.30. perjalan ke puncak didominasi oleh pohon edelweiss. Di pos 7 dan 8 masih terdapat pohon-pohon hangus berwarna hitam sisa-sisa kebakaran lalu. Setelah pos 8 track didominasi oleh pasir dan bebatuan. Pada batas vegetasi ada sebuah makam, entah itu makam atau hanya batu nisan. Perjalanan menuju puncak merupakan perjalanan terberat. Aku merasa sangat lelah. Ditambah tidak ada asupan nutrisi karena pada malam sebelum tidur tidak makan karena tidak nafsu makan. Aku pun berjalan sangat perlahan dan terkadang hampir terjatuh karena licinnya pasir. Aku merasa menghambat perjalan karena terlalu banyak istirahat. Disinilah terlihat sekali rasa persahabatan dari kawan-kawanku. Mereka selalu menyemangati, menungguku dan tidak meninggalkanku. Padahal aku selalu mengatakan kepada mereka untuk duluan, tetapi mereka selalu menungguku. Sekitar pukul 7 kami tiba di puncak. Angin di puncak sangat kencang. Kami pun berjalan dengan jongkok untuk menghindari terbawa angin hehe. Karena cuaca yang begitu dingin dan angin kencang, temanku yang bernama Djoko hampir terkena frosbite karena dia tidak menggunakan sarung tangan. Tangannya sudah bengkak dan merah dan sudah baal. Kebiasaan kami ketika mencapai puncak, kami selalu berfoto dengan membawa tulisan.
Setengah mati merindu eh setengah mati menulis
Aku setengah mati untuk menulis karena tangan yang sudah baal dan ditambah angin kencang yang seakan ingin menerbangkan kertas-kertas yang kami bawa. Ansar dan Djoko melakukan sujud syukur ketika tiba di puncak.
Kita sebenernya gasuka selfi tadi ga punya tongsis jaman dlu

Great view masyaallah
Di puncak Slamet terlihat gunung sindoro dan sumbing yang saling berdampingan. Indah sekali pemandangan di atas puncak. Kami tak henti-hentinya mengagumi kekuasaan Allah.
Tangan yang hampir frosbite

Setelah 1 jam lebih berada di puncak kami akhirnya turun. Perjalanan turun tidak seberat naik namun licin dan menyebabkan sering jatuh. Karena takut jatuh aku memutuskan untuk merosot seperti anak TK. Sekitar pukul setengah 10 kami tiba di pos 7 dan memutuskan untuk memasak. Pada pukul set 11 kami mulai packing. Pukul 11.30 kami bersiap untuk turun. Perjalanan turun tidak seberat perjalanan naik. Namun turun sangatlah menyiksa jempol kaki yang menahan tumpuan. Di pos 1 awan hitam mulai turun, sekitar pukul set 4 jarak pandang menurun karena kabut dan awan hitam. Sampai di persimpangan kami salah jalur. Seharusnya tetap lurus kami malah mengambil jalur ke kanan. Jalan semakin curam seperti menuju lembahan, akhirnya setelah berjalan cukup lama kami memutuskan untuk kembali ke persimpangan tadi. Ternyata jalur yang benar adalah jalur yang lurus. Tak lama kami tiba di kebun warga dan hujan turun dengan derassnya. Untung saja kami sudah di kebun warga dan sudah dekat dengan basecamp saat hujan besar turun. Setelah tiba di basecamp kami memesan tempe mendoan di warung depan basecamp dan juga kami memesan nasi goreng untuk pengganjal perut. Sekitar pukul 7 malam Kami pulang bersama anak Jakarta menggunakan mobil carry hingga stasiun. Namun karena jadwal kereta sudah lewat, kami memutuskan untuk naik bis. Sebelumnya kami bingung untuk memutuskan pulang dengan menunggu kereta esok hari atau bis pada malam ini. Diskusi kami cukup alot. Akhirnya kami memutuskan pulang dengan menggunakan bis pada malam itu juga. Kami naik bis Aladin dengan harga 45 ribu hingga terminal Cicaheum. Bis melaju pukul 11 dan tiba di Bandung pukul 5 pagi. Terhitung cepat menggunakan bis Aladin, namun bis tersebut kurang nyaman karena tipe bis ekonomi. Jika ingin naik bis AC kami harus menunggu esok hari karena bis dengan AC pergi pukul 7 pagi.

2 komentar:

  1. mba, itu kira2 semua biaya dari kircon sampei ke slamet berapa semuanya?
    saya ada rencana kesana tpi perhitungan budgetnya blm pasti hehe
    mohon pencerahan nya :D

    BalasHapus
  2. luar biasa
    nice info mba
    hatur nuhun, salam lestari ..

    BalasHapus